Rabu, 04 April 2012

KULTUR NODUS


TINJAUAN PUSTAKA

Kalus adalah masa sel yang tidak terorganisir, hasil proliferasi sel-sel in vitro yang pada mulanya adalah sebagai respon terhadap pelukaan (wounding). Pertumbuhan dan pembelahannya menjadi tidak terkendali karena pengaruh nutrien dan zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan pada medium kultur. Selain berasal dari luka bekas irisan, kalus juga bisa berasal dari pembelahan sel-sel kambium yang terus membelah dan berproliferasi (Yusnita 2004 : 1).
Kultur nodus adalah kultur padabagian batang (tanaman yg agak membengkok, tempat tumbuh daun dan tunas) penggambilan eksplan atau sumber eksplan krisan berupa pucuk dan nodus berasal dari tanaman induk krisan di rumah kaca perbenihan Balithi Segunung dan planlet di laboratorium kultur jaringan Balithi Segunung. Pembuatan Media MS Media yang digunakan untuk tanaman krisan di Balithi Segunung adalah media induksi tunas dan media perbanyakan Anonim (2008 : 1).
Komposisi media yang digunakan untuk induksi tunas adalah½ MS + 0.5 IAA komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan adalah½ MS + 0.1 IAA Menyiapkan Eksplan Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan eksplan merupakan factor penting penentu keberhasilan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sebagai bahan kultur adalah jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, morfologi permukaan, lingkungan tumbuhnya, kondisi tanaman, dan musim waktu mengambilnya. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang aktif karena mempunyai regenerasi yang tinggi (Hansa 2010 : 2).
Eksplan yang digunakan pada tanaman krisan adalah nodus karena untuk menginduks tunas aksilar. Kultur Aseptik Krisan Sterilisasi Sterilisasi merupakan kegiatan untuk menghilangkan kontaminan organisme yang menempel di permukaan eksplan. Tujuan utama tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptik dan aksenik. Aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan, sedangkan aseptic berarti bebas dari mikroorganisme (Nugroho 2000 : 2).
Pemilihan dan penyiapan tanaman induk sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman kegiatan pertama harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanya. Seleksi untuk mendapatkan klon-klon yang dikehendaki. Klon yang mempunyai sifat beda, unik, stabil dan seragam kemudian dijadikan tanaman induk tunggal dan sebagai tanaman donor (bahan eksplan) untuk perbanyakan secara in vitro. Planlet (tanaman) hasil dari perbanyakan in vitro kemudian diaklimatisasi di rumah kaca. Setelah tanaman beradaptasi dengan lingkungan rumah kaca kemudian diperbanyak untuk keperluan tanaman induk yang akan menghasilkan tanaman produksi (Marlina 2009 : 1).
Pengerjaannya dilakukan dalam ruang laminar agar terhindar dari kontaminan. Penanamannya dikelompokkan berdasarkan nomor ruas. Setiap botol diisi 5 eksplan dan diulang empat kali. Botol kultur selanjutnya diinkubasi dalam ruang pertumbuhan dengan pencahayaan 16 jam di bawah lampu fluoresen 40 watt, suhu 24-26 oC, dan kelembapan 60-80% hingga eksplan tumbuh menjadi planlet atau tanaman hasil kultur jaringan yang telah lengkap memiliki bagian-bagian tanaman yang meliputi akar, batang, dan daun (Yusnita 2004 : 5).
Penanaman eksplan ke dalam botol kultur disebut dengan inokulasi. Kegiatan ini dilakukan setelah eksplan disterilisasi, diawali dengan memotong bagian permukaan eksplan. Selanjutnya eksplan berupa nodus ditanam sebanyak dua buah dalam media ½ MS + IAA 0.5 mg/l, sedangkan eksplan berupa pucuk tidak perlu ditanam, cukup diletakkan saja pada media yang sama sebanyak 3 buah. Sebelum ditutup dengan plastik wrap, plastik transparan, dan karet, botol media yang telah ditanami terlebih dahulu dipanaskan di atas api bunsen. Selanjutnya botol diberi label jenis tanaman dan tanggal penanaman. Eksplan yang telah dikulturkan dibawa ke ruang inkubasi dan dibiarkan sampai tumbuh (Hansa 2010 : 3).
Metode perbanyakan tanaman secara dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan (Nugroho 2000 : 4).
Secara umum dari hasil sebuah penelitian nodus pada suatu tanaman dapat dipengaruhi oleh jenis media dan bagian eksplan nodus berpengaruh terhadap pertambahan tinggi planlet dan jumlah tunas pada tanaman kultivar tersebut. Lima bagian nodus eksplan mawar yang digunakan seluruhnya memberikan respons positif pada parameter tinggi planlet dan jumlah tunas (Marlina 2009 : 3).
Media kultur jaringan yang baik, selain dapat menyediakan semua keperluan tanaman juga harus steril dari kontaminasi. Hal ini bertujuan agar dapat diperoleh tanaman yang steril dari berbagai mikroorganisme penggangu. Dalam pembuatan media diperlukan larutan stok yang akan memberikan kemudahan ketika kita membuat sebuah media kultur jaringan. Hal ini sesuai dengan pendapat Luri (2009 : 9), yang mengatakan bahwa dengan adanya larutan stok, pembuatan media selanjutnya dilakukan hanya dengan teknik pengenceran dan pencampuran saja. Jika seluruh larutan stok yang dibutuhkan sudah dibuat, gula dan pemadat medianya ditimbang sesuai kebutuhan, seteleh itu kita dapat meracik dan membuat media.
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan yaitu ada unsur makronutrien, mikronutrien, vitamin, sukrosa, zat pengatur tumbuh dan yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (1988 : 11), unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Komposisi media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White yaitu menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine dan nicotinic acid.
Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Hal ini sesuai pedapat Muslim (2010 : 13), kebanyakan dari persenyawaan yang mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira 50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap. Pengendapan unsur-unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui.
Dalam pembuatan medium memiliki persyaratan tertentu yang dapat menunjang keberhasilan dalam pembuatan media kultur jaringan, seperti pendapat Sany (2007 : 3), Persyaratan pembuatan medium adalah laboratorium kultur jaringan hendaknya jauh dari sumber polusi, dekat dengan sumber tenaga listrik dan air. Untuk menghemat tenaga listrik, ada baiknya bila laboratorium kultur jaringan ditempatkan di daerah tinggi, agar suhu ruangan tetap rendah. Selain dari itu dalam pembuatan medium rungan harus steril agar tidak terjadi kontaminasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar